Thursday, October 5, 2006

Cinnabar Hawk Owl (Ninox ios)

Hari senin lalu (2 Oktober 2006), saya menerima Journal Burung favorite saya, namanya Forktail. Mungkin ada teman-teman yang belum tau apa itu Journal Forktail?
Journal Forktail adalah salah satu journal burung-burung asia (Journal of Asian Ornithology) yang memuat tentang hasil-hasil penelitian dan observasi burung-burung di Asia. (Sekedar informasi, Bagi teman-teman yang tertarik ingin belajar lebih banyak tentang dunia perburungan kita bisa tanya ke ahlinya). Journal ini diterbitkan oleh Oriental Bird Club (OBC), dan saya beruntung bisa menerima ini karena saya mendapatkan kesempatan sebagai Honorary Member dari OBC. Para anggota OBC lainnya tentunya juga sudah pada menerima journal edisi kali ini, yaitu edisi No 22 August 2006.

Tapi yang menarik bagi saya adalah artikel yang ada pada halaman 120 yang berjudul "Observation of Cinnabar Hawk Owl Ninox ios in Gunung Ambang Nature Reserve, North Sulawesi, Indonesia, with a description of a secondary vocalization.

Lha ...ini kan lokasi yang sama dimana teman-teman dari PALS bersama mahasiswa UDK juga melakukan survey tentang burung hantu (baca postingan saya terdahulu berjudul BURUNG HANTU: berita dari lapangan 2).

Ringkasnya, Maksud dari tulisan yang ada pada Journal tersebut adalah untuk menginformasikan kepada kita semua terutama para "penggila burung" bahwa mereka (para penulis yang terdiri dari Robert Hutchinson, James Eaton, dan Phil Beansted) telah melakukan observasi di Cagar Alam Gunung Ambang dan telah berhasil berjumpa dengan salah satu jenis burung malam (Ninox ios) sekaligus mendeskripsikan secondary vocalization dari jenis tersebut. Pada akhir tulisan, mereka berharap dengan telah dideskripsikannya suara dari N. ios tersebut maka survey tentang status sebenarnya dan distribusi dari jenis ini sudah bisa dilakukan.

Menyambungkan apa yang diharapkan oleh para penulis dengan apa yang telah dilakukan oleh teman-teman PALS bersama mahasiswa UDK di lapangan bahwa, YA, klop-lah sudah.

Survey tentang status keberadaan dan distribusi dari jenis N. ios (bahkan jenis burung malan lainnya) telah dilakukan bahkan sebelum tulisan tersebut dipublikasikan.
Mungkin yang diharapkan dari sini adalah hasil temun teman-teman dilapangan harus dipublikasikan di Journal yang sama atau di Bulletin Kukila (Bulletin yang diterbitkan oleh Indonesian Ornithological Union (IdOU), yang memuat tentang hasil penelitian dan observasi khusus burung-burung yang ada di Indonesia. Agar hasil tersebut dapat melengkapi informasi tentang jenis N. ios yang sangat kurang datanya. Sekedar informasi jenis ini termasuk dalam daftar jenis terancam punah dengan kategori Rentan (Vulnerable).

Monday, October 2, 2006

Kisah penyelamatan Sang Tyto

Satu lagi "oleh-oleh" dari lapangan yang di bawa tim survey burung hantu. Oleh-oleh ini berupa kisah tentang penyelamatan terhadap salah satu jenis burung hantu Sulawesi bernama Minahassa Masked Owl, yang dalam nama ilmiahnya dikenal dengan nama Tyto inexspectata. Alkisah...

Pada saat tim hendak melanjutkan survey dari salah satu sisi Cagar Alam Gunung Ambang, yaitu Desa Manembo, terdengar kabar bahwa salah seorang anggota MAPALA Wallacea Universitas Dumoga Kotamobagu membeli seekor burung hantu dan jenis itu adalah jenis endemik Sulawesi yang sudah di ambang kepunahan. Jenis yang menjadi target penelitian kami dan sangat sulit untuk dijumpai. Jenis tersebut tidak lain adalah T. inexspectata. Oleh Birdlife, jenis ini telah dikategorikan sebagai jenis burung terancam punah dengan kategori keterancaman Rentan (Vulnerable). Tanpa pikir panjang lagi, akhirnya tim memutuskan putar haluan menuju markasnya MAPALA Wallacea.
Benar saja, setibanya di Markas Mapala tersebut, tim langsung mendapati Sang Tyto sedang berada dalam kondisi terbelenggu. Kedua kakinya terikat dengan rantai. Sunggung pemandangan yang memilukan.

Dari keterangan mereka, Sebelum berada disana, burung tersebut adalah hasil tangkapan salah seorang penduduk desa setempat (Gogagoman-Kotamobagu) yang kemudian dibeli (hanya seharga Rp5,000) oleh salah seorang anggota Mapala yang kebetulan sudah menegenal jenis tersebut adalah jenis endemik Sulawesi. Entah apa yang memotivasi pembelian burung hantu tersebut hingga akhirnya burung tersebut pun dipelihara di Sekretariat mapala. Kurang lebih sebulan burung tersebut mereka pelihara dengan memberikan makanan seperti cecak, jeroan ayam, hingga burung gereja (Passer montanus).

Tidak tahan melihat kondisi sang burung yang terbelenggu seperti itu (apalagi itu adalah jenis endemik Sulawesi), maka Uchu (tim leader) meminta mereka untuk melepaskan burung hantu tersebut. Dan akhirnya mereka mau (dengan ikhlas) melepaskan burung tersebut (itupun harus melalui penjelasan panjang lebar tentang keberadaan dan status dari jenis tersebut).



Kemudian, dengan beramai-ramai tim bersama beberapa anggota Mapala membawa burung hantu tersebut ke hutan Gunung Ambang. Namun malang bagi sang burung, karena ternyata dia sudah tidak dapat terbang lagi (paling tidak untuk saat itu). Entah apa penyebabnya, mungkin karena kakinya sudah terlalu lama dibelenggu. Hingga akhirnya diputuskan untuk dibawa turun kembali ke sekretariat malapa. Namum Uchu berpesan agar rantainya di lepas saja.

Setiba di sekretariat, Sang Tyto dibuatkan tenggeran dan rantainya di lepas. Mereka pun terus memberikannya makanan. Beberapa malam kemudian, Sang Tyto mengeluarkan suaranya seraknya yang khas. Mungkin itu pertanda TERIMA KASIH dari sang Tyto yang merasa sudah bebas.

Pada malam lainnya, suara serak tersebut mendapat balasan dari individu lainnya yang pada malam-malam sebelumnya mulai terlihat di sekitar kampus. Apakah itu teman, saudara, pasangan? Entahlah...

Yang pasti pada malam selanjutnya (kurang lebih seminggu setelah mereka mencoba melepaskannya dihutan), Sang Tyto sudah tidak kelihatan lagi di tempat tenggerannya.

Selamat Jalan Tyto inexspectata. Selamat menikmati hari-hari kebebasanmu.

Terima kasih buat Tim Survey Burung Hantu (Uchu, Kasman, Karman, Sherly, Amu, Zibu, dll.) yang telah berbagi kisah ini. Juga buat Ovan, thanks atas foto-fotonya.

Sunday, October 1, 2006

BURUNG HANTU: berita dari lapangan 2

Survey burung hantu di Gunung Ambang telah berakhir?
Benar. Beberapa waktu lalu, saya bertemu Kasman (salah satu anggota tim) yang sengaja datang membawa kabar ini.
"Bulan Agustus lalu, Kami telah berhasil menyelesaikan tahap pengambilan data di lapangan dan saat ini sedang dalam tahap pembuatan laporan", demikian tutur Kasman. Kami berjanji akan membagikan hasil selengkapnya setelah menyelesaikan pembuatan laporan nanti.
Namun Anda jangan kecewa dulu karena saya berhasil membujuk Kasman untuk memberikan sedikit bocoran kepada kita, berikut ini bocorannya.
Selama survey berlangsung, tim telah berhasil mencatat sebanyak 6 jenis burung hantu yang termasuk ke dalam 3 Family (Tytonidae, Strigidae, dan Caprimulgidae). Keenam jenis burung tersebut adalah:

1. Sulawesi Masked-owl Tyto rosenbergii
2. Cinnabar Hawk-owl Ninox ios
3. Speckled Boobook Ninox punctulata
4. Ochre-bellied Boobook Ninox ochracea
5. Sulaweso Scops owl Otus manadensisi
6. Great Eared Nightjar Eurostopodus macrotis

Dari keenam jenis burung hantu tersebut di atas, jenis N. ios merupakan jenis yang paling sering dijumpai dengan total perjumpaan sebanyak 87 kali. Sedangkan jenis yang paling jarang dijumpai adalah E. macrotis dengan total perjumpaan hanya 4 kali saja.

Lebih jauh lagi, bagaimana sebarannya berdasarkan lokasi, habitat dan ketinggian, serta bagaimana penggunaan habitat khusus diantara jenis-jenis yang termasuk didalam marga Ninox? sepertinya untuk informasi yang satu ini kita harus menunggu hingga laporan akhirnya selesai dikerjakan.