Sunday, December 5, 2004

Kisah burung lokal dan burung impor

Mengawali pagi dengan candaan burung-burung gelatik di pohon cemara, diringi suitan burung kacamata yang bergerombol mencoba menguasai pohon jambu airku dari burung cabe-cabe. dan tidak lama berselang dipinggir pagar yang penuh dengan pohon-pohon semak terlihat burung cici yang saling bertarung memperebutkan wilayahnya.
cuaca menjelang siang itu sangat cerah , suara - suara bening sang burung berkumandang diseluruh pelosok kampung. tak terkecuali burung kedasih yang mengalun lirih dari kejauhan. bersautan dengan kumandang kepodang yang mengimbangi suara merdu dari cipow yang sedang memasuki masa puber mencari pasangannya.

kupandang kandang kandang burung yang menghiasi hampir di setiap sisi dan sudut dari rumahku. berjajara rapi mulai dari burung robin, hwamei, jalak hongkong, poksay hingga ke cucak rawa .. 
suaranya bergantian diselingi suara candaan burung beo niasku yang kupelihara dari piyikan..  

Tetapi itu dulu , suara ciblek yang dulu menghias halaman kini sudah lenyap ditelan bumi, kini suaranya berpindah ke kandang dan menjadi ringtone hp. Burung burung impor yang dulu merajai pasar burungpun seolah ditelan bumi digantikan burung-burung lokal yang kini sedang naik daun di arena latberan dan kontes-kontes burung. kegemaran akan burung berkicaupun menjadi tren baru, hampir setiap rumah yang aku kunjungi disitu terdapat kandang yang berisi burung kicauan. di setiap pelosok jalan pun tersebar pasar burung dadakan yang menjual burung-burung hasil tangkapan hutan, dunia pun menjadi terbalik Burung lokal yang dulu jaya di alam sekarang burung lokal jaya dikandangnya ,, lalu kemanakah burung - burung impor ?   

"Menjadi seorang kicau mania mungkin sebuah pilihan , tetapi merawat alam dan melestarikannya itu adalah kewajiban'