Monday, October 2, 2006

Kisah penyelamatan Sang Tyto

Satu lagi "oleh-oleh" dari lapangan yang di bawa tim survey burung hantu. Oleh-oleh ini berupa kisah tentang penyelamatan terhadap salah satu jenis burung hantu Sulawesi bernama Minahassa Masked Owl, yang dalam nama ilmiahnya dikenal dengan nama Tyto inexspectata. Alkisah...

Pada saat tim hendak melanjutkan survey dari salah satu sisi Cagar Alam Gunung Ambang, yaitu Desa Manembo, terdengar kabar bahwa salah seorang anggota MAPALA Wallacea Universitas Dumoga Kotamobagu membeli seekor burung hantu dan jenis itu adalah jenis endemik Sulawesi yang sudah di ambang kepunahan. Jenis yang menjadi target penelitian kami dan sangat sulit untuk dijumpai. Jenis tersebut tidak lain adalah T. inexspectata. Oleh Birdlife, jenis ini telah dikategorikan sebagai jenis burung terancam punah dengan kategori keterancaman Rentan (Vulnerable). Tanpa pikir panjang lagi, akhirnya tim memutuskan putar haluan menuju markasnya MAPALA Wallacea.
Benar saja, setibanya di Markas Mapala tersebut, tim langsung mendapati Sang Tyto sedang berada dalam kondisi terbelenggu. Kedua kakinya terikat dengan rantai. Sunggung pemandangan yang memilukan.

Dari keterangan mereka, Sebelum berada disana, burung tersebut adalah hasil tangkapan salah seorang penduduk desa setempat (Gogagoman-Kotamobagu) yang kemudian dibeli (hanya seharga Rp5,000) oleh salah seorang anggota Mapala yang kebetulan sudah menegenal jenis tersebut adalah jenis endemik Sulawesi. Entah apa yang memotivasi pembelian burung hantu tersebut hingga akhirnya burung tersebut pun dipelihara di Sekretariat mapala. Kurang lebih sebulan burung tersebut mereka pelihara dengan memberikan makanan seperti cecak, jeroan ayam, hingga burung gereja (Passer montanus).

Tidak tahan melihat kondisi sang burung yang terbelenggu seperti itu (apalagi itu adalah jenis endemik Sulawesi), maka Uchu (tim leader) meminta mereka untuk melepaskan burung hantu tersebut. Dan akhirnya mereka mau (dengan ikhlas) melepaskan burung tersebut (itupun harus melalui penjelasan panjang lebar tentang keberadaan dan status dari jenis tersebut).



Kemudian, dengan beramai-ramai tim bersama beberapa anggota Mapala membawa burung hantu tersebut ke hutan Gunung Ambang. Namun malang bagi sang burung, karena ternyata dia sudah tidak dapat terbang lagi (paling tidak untuk saat itu). Entah apa penyebabnya, mungkin karena kakinya sudah terlalu lama dibelenggu. Hingga akhirnya diputuskan untuk dibawa turun kembali ke sekretariat malapa. Namum Uchu berpesan agar rantainya di lepas saja.

Setiba di sekretariat, Sang Tyto dibuatkan tenggeran dan rantainya di lepas. Mereka pun terus memberikannya makanan. Beberapa malam kemudian, Sang Tyto mengeluarkan suaranya seraknya yang khas. Mungkin itu pertanda TERIMA KASIH dari sang Tyto yang merasa sudah bebas.

Pada malam lainnya, suara serak tersebut mendapat balasan dari individu lainnya yang pada malam-malam sebelumnya mulai terlihat di sekitar kampus. Apakah itu teman, saudara, pasangan? Entahlah...

Yang pasti pada malam selanjutnya (kurang lebih seminggu setelah mereka mencoba melepaskannya dihutan), Sang Tyto sudah tidak kelihatan lagi di tempat tenggerannya.

Selamat Jalan Tyto inexspectata. Selamat menikmati hari-hari kebebasanmu.

Terima kasih buat Tim Survey Burung Hantu (Uchu, Kasman, Karman, Sherly, Amu, Zibu, dll.) yang telah berbagi kisah ini. Juga buat Ovan, thanks atas foto-fotonya.