Wednesday, November 30, 2011

Mengenang kejayaan burung impor di Bogor

Sekitar tahun 90an mungkin itulah tahun kejayaan burung - burung imporan dari negeri tirai bambu china , mulai dari burung robin, hwamey, samho, Jalak hongkong dan Poksay. Burung burung ini pun selalu tergantung di setiap kios - kios burung yang ada di kota bogor waktu itu disekitar jalan Gg Mekah serta di tanjakan empang dijajaran rel kereta api bogor - sukabumi. Burung lokal sejenis ciblek, trucukan, kutilang, masih kurang peminatnya mungkin dikarenakan suaranya yang tidak terdengar mengalun atau bernyanyi seperti yang kebanyakan dicari oleh penggemar burung kicauan di masa itu.
Banyaknya burung - burung impr tersebut dipasaran membuat harga burung - burung ini semakin murah pada jamannya, untuk seekor robin yang gacor saja dibanderol dengan harga 35rb - 50rb, sedangkan untuk Poksay yang sudah gacor dan bergaya dihargai 100rb - 150rb, untuk hwamey gacor dihargai  100-200rb. Kemudahan mendapatkan burung - burung kicauan tersebut juga dibarengi dengan kemudahan memperoleh informasi dari banyaknya tabloid - tabloid burung yang beredar disini dan dipajang disetiap kios-kios burung besar.
Sekarang betapa sulitnya kita mendapatkan burung - burung tersebut, bahkan saking langkanya sampai - sampai burung robin pun bisa didapatkan dengan harga yang dua ratus persen lebih mahal dari harga aslinya. juga burung hwamey yang dinegerinya sendiri sering dijadikan sebagai burung aduan bernasib sama dengan burung robin dan poksay. Kalau dahulu masalah utama yang menjadi sumber menghilangnya burung impor dari china adalah kasus penyebaran Flu Burung sehingga Pemerintah menutup total pintu masuk satwa dan unggas dari negeri tirai bambu tersebut, dan ternyata imbasnya sampai hari ini. Kenapa , ada apa dengan importir burung - burung kita ? apakah masalah bea masuk yang mungkin dianggap terlalu tinggi, ataukah ada hal lain yang membuat importir kita terbatas dalam mengirimkan burung - burung ini dari negeri seberang. Kita sebagai penggemar burung kicauan hanya bisa menunggu siapa importir yang berani mengembalikan kejayaan burung - burung impor di bogor khususnya di indonesia agar dunia perburungan di sini lebih bervariasi dan lebih atraktif dengan hadirnya kembali kontes - kontes burung sekelas hwamey dan poksay.
Efek lain dari hilangnya burung impor tersebut ternyata membawa dampak buruk bagi kelangsungan hidup burung - burung lokal asli indonesia. Sekarang burung burung lokal tengah naik daun dan harganyapun turut melonjak hingga mengakibatkan penangkapan yang berlebihan untuk memperoleh keuntungan lebih banyak. Burung Ciblek misalnya, kalau dahulu burung ini selalu menghiasi halaman dan kebun kita sekarang sudah berangsur - angsur menghilang dari alamnya, kutilang, toed, jrogjrog lalu burung kacamata yang selalu bergerombol di pohon - pohon jambu atau nangka kini yang terdengar cuma satu atau dua ekor saja. Lalu apakah imbasnya harus kehilangan juga burung - burung asli indonesia ini ? Yang pasti , kita sebagai penggemar burung kicauan harus juga menjaga kondisi alam dan lingkungan untuk berkembang biaknya burung-burung liar lokalan kita.dan dengan upaya penangkaran beberapa jenis burung tertentu juga bisa membuat burung burung asli indonesia akan tetap terawat dihabitatnya. Jangan sampai hilangnya burung impor dipasaran malah membuat hilang burung lokal kita di alamnya.
sumber: berbagai sumber