Sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia sekitar tahun 1999, yang berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, hal ini berdampak pula pada importir unggas, burung impor susah didapat, nilai kurs yang terlalu tinggi ditambah lagi wabah flu burung yang memperketat masuknya unggas ke Indonesia membuat burung kenari impor susah didapat di pasar-pasar burung besar dan harganya melambung tinggi.
Kondisi demikian memacu para penangkar untuk mengembangkan kenari lebih optimal dan menjadi lahan pekerjaan. Di habitat asalnya burung kenari menyukai dataran tinggi hingga 1.500 dpl. Family Canary termasuk jenis burung tropika yang suka bermigrasi pada saat musim dingin, mencari daerah berhawa sejuk untuk melakukan perkembang biakan. Para penangkar kenari dari daerah Malang (Jawa Timur) dengan letak geografis alam yang berhawa sejuk sangat idel untuk perkembang biakan burung kenari. Kondisi alam yang tepat membuat Malang berhasil menangkarkan kenari Holland secara masal. Menjamurnya peternakan kenari di Malang membuat harga burung kenari hasil ternakan malang menjadi sangat murah. Patut disayangkan, guna menekan harga yang murah dengan perawatan dan gizi makanan yang minim sehingga berdampak pada kualitas hasil penangkaran kenari Holland Malang menjadi kurang baik dan rentan terhadap penyakit, seperti ; kaki yang mudah bersisik, berjamur, postur yang kecil serta kualitas suaranya yang di bawah standard. Namun demikian patut diacungkan jempol, hasil penangkaran masal kenari malang ini sudah merambah dan meramaikan pasar-pasar burung di Indonesia walaupun bukan strain baru tetapi para penghobi menamainya dengan Istilah Kenari Malang.