Mengamati burung memang tidak harus ke hutan. Kita dapat melakukannya di mana saja, bahkan dipemukiman yang padat penghuninya sekalipun. Mengamati burung di sekitar rumah menjadi alternatif bagi mereka yang punya kesibukan, sehingga hampir tidak punya waktu untuk melakukan perjalanan ke hutan. Selain murah (karena tidak perlu transport, penginapan dan makanan/cemilan), kita pun masih dapat meluangkan waktu untuk melakukan pekerjaan rumah lainnya. Paling tidak, begitulah yang saya lakukan selama masa liburan Lebaran kemarin. Bahkan, saya cukup mengamati burung dari halaman rumah, masa iya sih? Saya bagi ceritanya untuk Anda.
Hampir setahun belakangan ini, Saya tinggal di kompleks perumahan di pinggiran Kota Manado (Anda sudah pasti dapat membayangkan bagaimana kondisi hunian di kompleks perumahan). Namun beruntung, di depan rumah terdapat areal kosong yang oleh pemiliknya biasanya ditanami tanaman setahun (seperti jagung dan kacang-kacangan). Beberapa bulan terakhir ini, areal seluas kurang lebih 3 ha ini sudah tidak ditanami lagi sehingga sebagia besar lahan tersebut telah ditutupi oleh rerumputan dan semak belukar. Pada bagian pinggiran lahan ditumbuhi rumpun-rumpun bambu dan beberapa pohon mangga.
Pada awal kepindahan kami ke tempat ini, saya telah memperhatikan kehadiran beberapa jenis burung yang umumnya dijumpai pada habitat seperti itu, seperti Kuntul Kerbau Bubulcus ibis, Bubut alang-alang Centropus bengalensis, dan Burung Gereja-Erasia Passer montanus. Khusus untuk Burung Gereja, Saya punya misi tersendiri yaitu untuk mendapatkan fotonya. Selain mereka mudah dijumpai, juga untuk belajar Photography burung dan menjajal "kehebatan" dari kamera Canon S3 IS dengan lensa 12X optical zoom yang sudah terpasang.
Belakangan ini (khususnya selama masa libur lebaran kemaren), setelah diperhatikan lebih seksama ternyata areal tersebut menjadi hunian bagi beberapa jenis burung lainnya. Pada lantai semak belukar, dapat kita jumpai jenis-jenis burung seperti Mandar-padi zebra Gallirallus torquatus, Mandar-padi kalung-kuning Gallirallus philippensis, dan Puyuh batu Coturnix chinensis. Di tajuk-tajuk semak belukar terlihat berseliweran jenis-jenis pemakan biji-bijian seperti Bondol rawa Lonchura malacca dan Bondol peking L. punctulata. Sementara pada salah satu pohon mangga yang ada menjadi tempat bagi sekelompok jenis burung madu seperti: Burung-madu hitam Nectarinia aspasia, Burung-madu sriganti N. jugularis, Burung-madu kelapa Anthreptes malacensis. Masih di pohon mangga yang sama juga terlihat Kacamata dahi-hitam Zoosterops atrifrons, Cabai panggul-kelabu Dicaeum celebicum dan Cabai panggul-kuning D. aureolimbatum. Pada sudut lain, di salah satu pohon mati bertengger dengan gagahnya Cekakak sungai Halcyon chloris dan sekelompok kecil (3-5 ekor) Cucak Kutilang Pycnonotus aurigaster. Jika kita menengadah ke langit, kita akan melihat Walet sapi Collocalia esculenta dan Layang-layang batu Hirundo tahitica beterbangan dengan sesekali memperlihatkan atraksi manuver ciri khas mereka. Pada waktu-waktu tertentu (seperti pada bulan Maret lalu) sering melintas sepasang Karakalo australia Scythrops novaehollandiae. Sesekali Elang Bondol Haliastur indus datang mengitari areal terbuka ini, berharap ada mangsa buruan yang sedang lengah. Pada waktu senja, di saat burung-burung lainnya mulai pulang ke peraduan, Taktarau besar Eurostopodus macrotis keluar memulai perburuannya dan pada saat malam semakin larut, kita dapat mendengar suara khas dari Serak Sulawesi Tyto rosenbergii seakan memberitahukan kepada para penghuni malam akan kehadirannya. Suara khasnya ini akan terdengar hingga tengah malam. Keesokan harinya, di saat matahari pagi belum menampakkan wajahnya dari ufuk Timur, nyanyian pagi Pelanduk sulawesi Trichastoma celebense mulai memecah keheningan pagi, yang kemudian disambut oleh siulan dan nyanyian jenis-jenis burung lainnya.
Ternyata, mengamati burung di sekitar rumah tempat tinggal kita punya keasyikan tersendiri. Bagaimana dengan Anda?