Tangkoko memang selalu menarik dan ideal untuk mengamati burung, khususnya di daerah Sulawesi bagian Utara. Selain mudah dijangkau, di sana juga terdapat beberapa jenis burung endemik Sulawesi yang relatif mudah dijumpai.
Minggu lalu, tepatnya hari Jumat dan Sabtu (24-25 Nopember 2006), saya bersama-sama dengan "penggila burung" lainnya: Nick, Uchu, Usman, dan Antri (tiga nama yang disebutkan di awal juga tergabung dalam SBI-Info, sedangkan Antri adalah anggota Kelompok Guide Lokal bernama KONTAK) berkesempatan menyambangi lagi "surga" bagi pengamat burung ini.
Kunjungan kami kali bertujuan untuk "berburu" burung hantu dan raja udang Cekakak-hutan dada-sisik Actenoides princeps, tapi bukan berarti jenis lainnya pun lantas diabaikan. Bagi saya, kesempatan ini juga saya manfaatkan untuk berburu foto burung (Beberapa hasilnya seperti foto-foto Raja Udang yang ada di samping ini).
Jumat siang, kami tiba di POS 1, pintu masuk ke Cagar Alam (CA) Tangkoko. Ada informasi baru sehubungan dengan tarif masuk dan guiding untuk kawasan Tangkoko yang telah disepakati oleh pengelola kawasan (BKSDA Sulut) dan Kelompok Guide (KONTAK). Untuk trip disekitar Pos 3 (ke tempat Tarsius, dan Berigin Lubang) tarifnya adalah Rp.80,000 per trip, sedangkan trip ke Puncak Tangkoko, tarifnya adalah Rp.200,000 per trip. Tarif tersebut sudah termasuk biaya retribusi masuk dan guiding fee. Dari tarif tersebut juga sudah disisihkan biaya untuk mendukung patroli rutin di kawasan CA. Tangkoko.
Setelah segala urusan administrasi selesai, sekitar pukul 15:00, kami mulai bergerak ke arah Puncak Tangkoko. Baru saja kaki ini melangkah, kami langsung disambut oleh Cekakak-hutan tunggir-hijau Actenoides monachus yang sedang bertengger tidak jauh dari jalan. Jenis ini merupakan salah satu jenis Raja Udang endemik Sulawesi dan umum dijumpai di hutan-hutan dataran rendah. Setelah berjalan sekitar 500 meter ke dalam hutan, kembali kami berpapasan dengan jenis raja udang lainnya yaitu Raja-udang pipi-ungu Cittura cyanotis. Semakim jauh ke dalam, pada point 1250 meter dari arah pantai, seekor raja udang kecil Udang-merah Sulawesi Ceyx fallax trelihat sedang duduk di cabang pohon, tidak jauh dari jalur jalan ke puncak. "Tangkoko memang surga bagi raja udang di Sulawesi", batin saya. Saya pun jadi teringat akan tulisan tentang Surga Raja Udang disini.
Sepanjang sisa perjalanan ke puncak, burung Julang Sulawesi Rhyticeros cassidix selalu terlihat terbang di atas kanopi pohon, seolah mengawal perjalanan kami sambil mempertontonkan manuver-manuver khas mereka. Tidak ketinggalan pula nyanyian burung-burung endemik Sulawesi lainnya, seperti, Cabai panggul-kuning Dicaeum aurelimbatum, Cabai panggul-kelabu D. celebicum, Raja-perling Sulawesi Basilornis celebensis, Blibong pendeta Streptocotta albicollis, Pelatuk-kelabu Sulawesi Mulleripicis fulvus, dan Kring-kring dada-kuning Prioniturus flavicans. Sempat juga terlihat seekor Paok hijau Pitta sordida sedang mencari makan sekitar4 meter dari jalur jalan. Akhirnya, pengamatan sore ini pun harus kami akhiri pada pukul 17:45, begitu kami tiba di titik 4000 meter. Disinilah tempat kami bermalam. Kami pun langsung sibuk mempersiapkan tenda dan makan malam, sebelum memulai perburuan mencari burung hantu.
Bersambung .